04 Mei 2010

Antara Sedih, Syukur dan Miris.

Aku juga tak suka dengan perasaan sedih yang sering tiba-tiba menggelayuti hati. Tapi apa boleh buat, pagi ini perasaan itu begitu saja bercokol tanpa permisi. Meskipun hatiku membiarkannya, dan lalu menikmatinya.

Beberapa kali menyemangati diri. Mencari hal-hal baik dan indah untuk dibayangkan. Mengusir sedih secara perlahan. Berupaya sibuk dengan rencana-rencana hendak mengerjakan apa.

Menyusuri jalanan sepanjang dari rumah hingga Cibubur Junction, berada di atas jok motor di belakang suamiku, perasaan sedihku masih sering menggores. Sesekali tak terasa, kala aku berbincang, menjawab, atau pun mengomentari kata-kata suamiku. Atau ketika menimpali obrolan suamiku dengan Si Kecil Daniya yang nangkring di depan dengan helm kecilnya.

Jalan Alternatif Cibubur kini macetnya luar biasa, setiap pagi hari. Kami berangkat jam enam pagi-pun, dengan kendaraan sepeda motor-pun, tetep saja musti ngantri berjubelan dengan pengendara motor lain di sebelah kiri jalan. Belum lagi kalau di barisan motor, ada penjual sayur atau bubur, yang dagangannya memenuhi kiri kanan motornya hingga ukurannya tak beda dengan mobil; eh... masih ikut-ikutan ngantri di barisan motor. Nambah ruwet ajah!

Kadang heran juga, kenapa masih saja ada yang mau berangkat jam segitu dengan mobil. Bisa-bisa selalu berhenti di tempat selama sekitar satu jam. Sutralah...

Kembali ke rasa sedihku :-(
Di perjalanan mengantar suamiku, ketika hampir mendekati Junction, nampak seorang lelaki dengan pandangan mata hampa, mengenakan kaos sebuah partai terkenal, menggenggam botol kosong air mineral, berjalan tak terarah dari pinggir ke tengah jalan. Tertawa-tawa lalu marah-marah. Tebakanku, dia orang yang baru mengalami depresi alias stress alias 'edan anyaran'. Seiring berlalunya pandanganku dari orang stress tadi; rasa sedihku berangsur hilang berganti dengan pemikiran yang mendalam.

Pantas saja orang tadi stress. Ditinjau dari penampilannya, mungkin ia tak punya rumah yang nyaman untuk ditinggali. Tak punya sanak saudara yang menyenangkan untuk menumpahkan rindu. Tak ada kawan yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Yang ada mungkin hanyalah... harapan dan cita-cita yang terlalu tinggi untuk diraih.

Langsung berbalik semua asumsiku tadi menohok diri ini. Aku saja gampang banget sedih. Bila ada hal kecil yang menyentil batin: mungkin sikap seseorang yang kurang dari harapan, jawaban ketus dari lawan bicara, sikap acuh tak acuh dari orang yang disayang, kerewelan Si Kecil, pertengkaran anak-anak, bahkan sesuatu yang belum kuketahui pasti; mampu membuat hati ini sakit dan sedih. Kadang batin terhimpit!

Padahal...dibandingkan dengan segala kenikmatan yang kuperoleh; hal-hal kecil yang membuatku sedih tersebut apalah artinya. Hanya sebuah titik kecil barangkali. Aku punya tempat tinggal berikut tetangga yang nyaman, anak-anak yang lincah&sehat, dsb. Aku memang sering terlalu perasa dan cengeng. Astaghfirullah.

Di perjalanan pulang ke rumah, hanya aku dan Si Kecil mengendarai motor, karena suami sudah melanjutkan perjalanannya ke tempat kerja dengan kendaraan lain; pemandangan yang lebih miris kusaksikan! Orang stress yang tadi kulihat waktu perjalanan berangkat, kini sudah berada di tengah jalan dalam keadaan tak berpakaian sama sekali. Menari-nari, marah, melompat-lompat, melempar tangkap kaos yang tadi ia kenakan.

Na'udzubillah...
Hati kecil ini berbisik..."Semoga Allah SWT memberi jalan yang terbaik buatnya".

Tidak ada komentar: